The Best I Can Give

Anak ke-3 ini aku bawa kerja, ke kantor. Serius lo? yoyoi, bukan pilihan yang sulit, eh yang mudah. Ini sebenernya adalah a dream came true, dari anak pertama, udah pengen banget bawa anak kerja. Anak kedua, eh kesampaian pas anak ketiga. Rasanya?

Tutup kuping tutup telinga aja sama apa kata orang, hehe, yang penting kerjaan beres, tetap memberikan service excelence, dan putar otak supaya kerjaan on spot jadi lebih gampang. Juga harus mengorbankan waktu istirahat di rumah, mau nggak mau untuk mempermudah kerjaan kantor, banyak yang harus dipersiapkan dari rumah.

Kini Muadzah hampir setahun, sudah dari umur 3 bulan ikut Mama ke kantor. Sehat2 ya solehahku, tumbuh cerdas anakku, tumbuh kuat. I do this all because I love you.

Youtuber Real Life

Most of us mungkin nggak nyaman menangis di depan umum, I am. Jangankan menangis, terkadang rasanya pengen pake kacamata hitam kalau mata bengkak karena menangis semalam. So, aneh banget melihat orang-orang ini mempertontonkan air matanya ke seluruh dunia, youtube.

https://rangkulteman.id/berita/gaji-youtuber-indonesia-dengan-penghasilan-tertinggi

Ya, sadar pertama kali dengan ketidakwajaran ini pas ada influencer yang publish video kesedihannya kehilangan calon bayi. I don’t know mungkin ini pertama kali notice hal begini. It just happened, bahkan kayak bisa-bisanya kejadiannya persis pas it’s happening. Mungkin udah terlalu banyak video beginian di youtube, gw aja yang nggak ngikutin. Tapi i wonder kenapa ya mereka bisa punya kekuatan untuk merekam kesedihan dan mempertontonkannya ke dunia?

Sampai akhirnya gw sadar…

Kalau elu kerja tiap hari, terus dapat duit gaji, nah mereka juga gitu. Yap, that’s the way of them earn money. Dengan menjadikan rumah (as a house and a home) sebagai bagian dari tempat kerja, keluarga sebagai partner keja, dan kehidupan pribadi sebagai bahan kerja.

Then, they get a lot of money by that, you know, bisa build very big houses, buy cars, and bisa beli apa aja, liburan ke luar negeri. Semua itu gak lu dapetin dengan kerjaan lu yang tiap hari dari jam 7.30 sampai jam 4. Mungkin kalau sekarang kita wondering kenapa mereka bisa sedalam itu memanfaatkan/mengorbankan privacy untuk cari duit, bakal lain jadinya kalau kita udah nyicipin gimana enaknya dapetin duit yang banyak dengan cara itu (does it make sense?)

Banyak yang membully seorang influencer yang looks ok dengan kepergian orang tuanya, dan masih kuat2nya untuk bikin itu jadi content. Padahal nih dengan mereka membully dan ngebahasnya di social media, makin banyak yang penasaran dan view video yang dimaksud, Otomatis duit yang didapat semakin banyak. Begitulah semua ini bekerja, gak ada habisnya dari konten yang berfaedah sampai yang nggak ada faedahnya sama sekali. Yah we knowlah, kayak content-content settingan yang bikin kita wondering kok bisa ya bikin content goblok kayak gitu, terus sok-sokan comment, sok-sokan update status sambil nyinyiran, tanpa sadar kita bikin content-content itu semakin ramai, semakin viral.

Setiap orang punya pilihan hidup masing-masing. Sudah saatnya kita belajar menghargai pilihan orang lain. Belajar untuk menahan diri dari ikut serta meramaikan hal-hal yang kita tak suka, karena secara langsung dan tidak langsung, dengan ikut menyinyirinya di media sosial, kita pun ikut mempromosikannya. Sssstttt, mind your own business.

Meng-ASI-hi Story

Alhamdulillah, kegiatan meng-ASI-hi mulai menjadi kegiatan favorit saya, at least dibandingkan dengan saat-saat meng-ASI-hi dulu kala (hehe). Semua karena the power of AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku), juga pengetahuan dan kesadaran bahwa menyusui adalah fase penting dalam tumbuh kembang fitrah anak.

Menyusui anake ke-3 ini agak berbeda dengan anak pertama (dan kedua). Awal yang berat karena bayi Izza menangis keras ketika menyusui hari-hari pertama. Sempat merasakan ASI jatah Waiz, di malam pertama ASI restart, jadi nggak keluar lagi. Pengalaman dua anak pertama, ASI memang keluar hari ketiga-keempat, tapi Raki dan Waiz nggak pakai nangis, walaupun ngempeng semaleman, tapi kan nggak bikin panik. Untuk bayi Izza bikin panik banget, sampai kepikiran gimana kalau ASI belum keluar juga hari keempat, karena kasihan lihat Izza nangis terus, mana nangisnya heboh banget lagi.

Alhamdulillah, seriusan, sempat pasrah bakal nunggu sampai hari keempat untuk ngasih susu formula, hilang sudah semua wacana yang dibaca dan dipercaya tentang prinsip ASI di hari awal-awal kelahiran. Tapi langsung istighfar sih, berusaha percaya bahwa Allah pasti udah mengatur semua ini, ASInya pasti keluar tepat waktu.

Allahuakbar, hari ketiga, akhirnya kolostrumnya release. Sengaja ASI Waiz di-stop dulu karena takut jatah kolostrum Izza malah disedot Waiz. Terus malah keterusan minggu-minggu pertama, karena emaknya juga kurang tidur, badan kurus kering, capek banget pokoknya, jadi Waiz di-handle Papa sepenuhnya. Huhu, tidur juga pisah dulu.

Eh balik dulu ke kolostrum, dari anak pertama sampe anak ketiga, alhamdulillah, ASI emang nggak langsung keluar, tapi momen kolostrum keluar di hari ke-3 (bahkan 4) itu membahagiakan banget. Melihat susu kuning emas belepotan di mulut bayik, so beautiful, alhamdulillah.

Nah, sekarang alhamdulillah, Waiz kembali disusuin. Bismillah, tandem nyusuin anak dua. Ditanyain berat apa nggak, alhamdulillah Allah mudahkan. Walaupun nggak semelimpah sebelum sebelumnya, tapi ya masih bisalah stock ASIP di freezer. Seriusan ini tidak seberat yang orang lain bayangkan.

Sekarang malah nggak pumping ASI lagi, karena bawa baby Izza ke kantor, it feels so good. Bisa dapat kelapangan seperti ini, walaupun kerjaan kantor harus juga dipersiapkan di rumah dan terkadang memakan sedikit waktu tidur. Tapi once again, ini tuh nggak seberat yang orang lain bayangkan. I’m ok, and enjoying this all, insyaallah.

Warna Warni Raki (Tips Mengembangkan Minat Menggambar Anak)

Raki suka menggambar, sepertinya. He is not really sure about that, tapi kemarin dia bilang pengen jadi pelukis, someday. Tiba-tiba aja ngomong gitu, sambil nanya boleh kan Ma?

Ya, off course beib. You can be what you want to be, apapun.

Beberapa hari terakhir memang selalu kepikiran untuk mengeksplor gimana mengembangkan minat Raki buat menggambar. Dari blogwalking sampai langsung tanya-tanya sama temen-temen yang anaknya punya minat menggambar dan sudah cukup berkembang, hasilnya adalah,

Less is More

Nggak perlu ngajarin anak usia 6-8 tahun untuk menggambar, karena itu hanya akan membatasi imajinasi mereka. Iya, maksudnya gini, emak-emak kan suka banyak aturan ya. Kerasa sih, pengennya benerin aja kerjaan anak, contoh kalo si anak mewarnai gunung pakai warna pink, otomatis emak bakal komen, kok warna pink? biru dong. In Raki’s case, saya selalu meminta dia untuk mewarnai gambarnya dengan pensil warna atau crayon, tapi dia selalu tidak mau. Setelah saya pikir-pikir, ya udahlah ya. Sepetinya saya harus provide drawing pen, karena si anak lebih nyaman dengan gambar ala-ala grayscale.

Fasilitasi Saja

Berikan fasilitas yang dibutuhkan anak untuk mengembangkan minat menggambarnya. Kalau Raki tuh anaknya suka menggambar di buku tulis, kadang miris sih lihat buku tulis sekolah dia yang selang-seling antara latihan di sekolah sama gambar abstraknya. Untung gurunya pengertian dan nggak melihat itu sebagai masalah. Saya pun menyediakan sketchbook yang selalu Raki bawa ke sekolah, tapi tetep aja dia lebih memilih menggambar di buku tulisnya. Ya udahlah, sampai saya nyerah dan membiarkan aja di mana Raki nyaman menggambar.

Ketahui Fase Menggambar Anak

Fase menggambar anak? Ya, kapan anak ada di fase menggambar sekedar menggores garis-garis, kapan ia mulai berbentuk, kapan ia bisa/menyukai menggambar bentuk manusia, dll. Jangan memaksakan untuk meloncati fase-nya, biarkan mereka menikmati apa yang membuat mereka nyaman menggambar.

Itu aja sih garis besar yang bisa saya dapat dari research kecil-kecilan mengenai pengembangan minat menggambar pada Raki. Semoga bermanfaat.

Ini adalah gambar Papa memancing ikan buntal yang besar. Ikan-ikannya pake masker dan jaga jarak. Raki 6th 

Waiz Satu Tahun

Beneran, nggak kerasa, Waiz udah satu tahun aja. Alhamdulillah wa syukurillah, semoga Waiz jadi anak yang soleh, cerdas, pintar dan baik hati.

Sama seperti Abang Raki dulu, di usianya yang satu tahun lebih beberapa minggu ini, Waiz belum bisa jalan, masih nyaman dengan merangkaknya yang bisa dibilang expert banget, gesit. Juga sama seperti Raki dulu, saya nggak mau ambil pusing banget, just let it flow.

Karena ternyata it’s ok untuk melewati fase merangkak lebih lama dari anak kebanyakan. Kalau dulu Bang Raki baru bisa berjalan di usianya yang 14 bulan, alhamdulillah motorik halus Raki lebih menonjol sampai sekarang. Waiz juga gitu, kami tidak perlu was-was meninggalkan dia tidur di ranjang yan tinggi, karena Waiz udah bisa turun sendiri, dengan mendahulukan kakinya duluan, dan alhamdulillah bisa mengukur kakinya udah nyampe ke lantai belum, padahal nggak ada yang ngajarin. Jadi Waiz udah nggak gedubrak-gedubrukan lagi ya anaknya, alhamdulillah.

Satu kegiatan stimulasi motorik halus yang Waiz suka, menutup botol.

Untuk kecerdasan linguistik, yang paling menonjol, Waiz bisa menirukan takbir “allahuakbar”, sekaligus meniru gerakan solat sujud. Jadi kalau dengar kata solat, Waiz bakalan menirukan “allahuakbar” dan gerakan sujud. Kalau yang lainnya masih random sih, tapi bunyi-bunyian kayak Mama, Papa, dada, horee udah cukup baik.

Apalagi ya?

Oiya, sekarang tuh lagi suka niru-niru suara binatang dari soundbook-nya, like this:

Itu dulu deh untuk hari ini, besok besok lagi.